Kamis, 27 Januari 2011

analisis Teori belajar konstruktivis

Belajar sains dan teknologi dengan Teori Belajar Ala Konstruktivis

Pendidikan sains dan teknologi berada di persimpangan jalan. Dalam rangka mempopulerkan sains-tek, diperlukan terobosan epistemologis dalam rangka membuka kebuntuan keilmuan yang ada selama ini. Apakah ada teori yang dapat menawarkan jalan keluar? Mari kita simak!

Teori Belajar dari Perspektif Konstruktivis

Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial) sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).

Konstrukstivisme Individu

Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya. Piaget misalnya mengusulkan tahapan kognitif yang dilakukan oleh semua manusia. Berpikir pada tiap langkah memasukkan tahapan sebelumnya sehingga makin terorganisir dan adaptif dan makin tidak terikat pada kejadian kongkrit. Piaget menjelaskan bagaimana tiap individu mengembangkan schema, yaitu suatu sistem organisasi aksi atau pola pikir yang membuat kita secara mental mencerminkan "berpikir mengenainya". Dua proses diaplikasikan dalam hal ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi kita berusaha memahami hal yang baru dengan mengaplikasikan schema yang ada; sedangkan akomodasi terjadi ketika seseorang harus merubah pola berpikirnya untuk merespon terhadap situasi yang baru. Seseorang melakukan adaptasi dalam situasi yang makin kompleks ini dengan menggunakan schema yang masih bisa dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan menambahkan pada schema-nya sesuatu yang baru karena memang diperlukan (akomodasi).



Foto Piaget tokoh psikolog konstruktivis


Penjelasan di atas menunjukkan penekanan Piaget terhadap pemahaman yang dibentuk oleh seseorang, sesuatu yang berhubungan dengan logika dan konstruksi pengetahuan universal yang tidak dapat dipelajari secara langsung dari lingkungan. Pengetahuan seperti itu berasal dari hasil refleksi dan koordinasi kemampuan kognitif dan berpikir serta bukan berasal dari pemetaan realitas lingkungan eksternalnya.

Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.

Konstruktivisme social

Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual. Vygotsky melihat bahwa alat-alat budaya (termasuk di dalamnya kertas, mesin cetak, komputer dll) dan alat-alat simbolik (seperti sistem angka, peta, karya seni, bahasa, serta kode dan lambang) memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif. Sistem angka romawi misalnya punya keterbatasan untuk operasi perhitungan; berbeda dengan sistem angka arab yang biasa kita gunakan yang mempunyai lambang nol, bisa dibentuk pecahan, nilai positif dan negatif, menyatakan bilangan yang tak terhingga besarnya dan lainnya. Sistem angka yang dipakai adalah alat budaya yang mendukung berpikir, belajar dan perkembangan kognitif. System simbol ini diberikan dari orang dewasa ke anak melalui interaksi formal ataupun informal dan pengajaran.

Vygotsky menekankan bahwa semua proses mental tingkat tinggi, seperti berpikir dan pemecahan masalah dimediasi dengan alat-alat psikologi seperti bahasa, lambang dan simbol. Orang dewasa mengajarkan alat-alat ini ke anak dalam kegiatan sehari-hari dan si anak menginternalisasi hal tersebut. Sehingga alat psikologis ini dapat membantu siswa meningkatkan perkembangan mental dan berpikirnya. Pada saat anak berinteraksi dengan orang tua atau teman yang lebih mampu, mereka saling bertukar ide dan cara berpikir tentang representasi dan konsep. Sehingga pengetahuan, ide, sikap dan sistem nilai yang dimiliki anak berkembang seperti halnya cara yang dia pelajari dari lingkungannya.

Bagaimana Pengetahuan dikonstruksi?

Untuk dapat menjelaskan bagaimana pengetahuan dibentuk, tiga penjelasan yang bertahap merangkum berbagai pendekatan konstruktivisme ini:

  1. Realitas dan kebenaran dari dunia luar mengarahkan pembentukan pengetahuan. Individu merekonstruksi realitas diluarnya dengan membentuk representasi mental secara akurat yang mencerminkan "keadaan apa adanya". Tahap pertama yang tidak lain model pemrosesan informasi dari teori belajar kognitif.
  2. Proses internal dari Piaget yaitu organisasi, asimilasi dan akomodasi mengarahkan pembentukan pengetahuan. Jadinya pengetahuan bukan hanya cermin dari realitas, namun suatu abstraksi yang tumbuh dan berkembang dengan aktivitas kognitif. Pengetahuan bukan sekedar benar atau salah; namun terus tumbuh secara internal yang konsisten dan diorganisasikan seiring dengan perkembangannya.
  3. Faktor eksternal dan internal mengarahkan pembentukan pengetahuan. Pengetahuan tumbuh melalui interaksi faktor-faktor internal (kognitif) dan eksternal (lingkungan dan sosial). Deskripsi Vygotsky tentang perkembangan kognitif melalui pengenalan dan pemakaian alat-alat budaya seperti bahasa konsisten dengan pandangan ini.

Hal berikutnya dalam pendekatan konstruktivis ini adalah pertanyaan tentang apakah pengetahuan yang dibentuk itu bersifat internal, umum dan dapat ditransfer atau terikat dalam ruang dan waktu pada saat dibentuk. Apa yang dijelaskan oleh Vigotsky bahwa belajar tergantung konteks sosial dan berada dalam lingkup budaya tertentu memang tepat. Namun apa yang disebut benar dalam waktu dan tempat tertentu bisa menjadi salah di tempat dan waktu yang lain, seperti anggapan bahwa bumi itu datar sebelum Colombus. Ide-ide tertentu berguna pada komunitas tertentu, namun tidak bermanfaat apa-apa di komunitas lain. Apa yang disebut pengetahuan baru ditentukan sebagiannya dengan bagaimana ide baru tersebut sesuai dengan praktek yang berlaku pada saat tersebut. Sepanjang waktu, praktek yang ada dipertanyakan dan bisa diganti, namun sebelum itu terjadi praktek yang ada terus dilakukan karena dinilai tetap menguntungkan.

Selain itu belajar juga terkondisikan berdasar tempat berlangsungnya kegiatan, biasa yang disebut enkulturasi atau proses mengadopsi norma-norma, perilaku, keahlian, kepercayaan, bahasa, sikap dari satu komunitas tertentu. Jadinya pengetahuan tidak hanya dilihat sebagai struktur kognitif individu saja tetapi sebagai buatan dari komunitas sepanjang waktu. Apa yang dilakukan oleh komunitas, cara bagaimana mereka berinteraksi dan menyelesaikan suatu hal, seperti halnya alat yang dibuat oleh komunitas, membentuk pengetahuan dari komunitas tersebut. Belajar artinya menjadi lebih mampu untuk berpartisipasi dalam kegiatan dan pemakaian alat dan mendapat bagian identitas sebagai anggota komunitas.


Disadur secara bebas dari :

Hoy, W. K., & Miskel, C. G. (2005). Educational Administration (seventh ed.). New York: McGraw Hill.



Written By : Bambang Sumintono di Netsains.com


Dikirim oleh Admin
Tanggal 2009-04-02
Jam 13:10:18

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Belajar%20sains%20dan%20teknologi%20dengan%20Teori%20Belajar%20Ala%20Konstruktivis%20&&nomorurut_artikel=305


ANALISIS

Artikel yang berjudul “Belajar sains dan teknologi dengan Teori Belajar Ala Konstruktivis” tersebut, ingin mengungkapkan tentang bagaimana belajar sains dan teknologi di sekolah bisa lebih diminati dan lebih bisa dipahami oleh siswa dengan menerapkan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme sendiri menurut artikel ini adalah teori belajar yang lebih menekankan pada kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Dalam artikel ini tokoh dari teori belajar konstruktivisme yang dianut adalah Jean Piaget dan Vigotsky, dimana teori belajar Piaget merupakan konstruktivisme individu, sedangkan Vigotsky merupakan konstruktivisme sosial.

Konstruktivisme individu mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya. Piaget menekankan terhadap pemahaman yang dibentuk oleh seseorang merupakan sesuatu yang berhubungan dengan logika dan konstruksi pengetahuan universal yang tidak dapat dipelajari secara langsung dari lingkungan. Pengetahuan seperti itu berasal dari hasil refleksi dan koordinasi kemampuan kognitif dan berpikir serta bukan berasal dari pemetaan realitas lingkungan eksternalnya. Belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Pengajaran oleh guru harus bisa mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.

Sedangkan menurut konstruktivisme sosial pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual. Semua proses mental tingkat tinggi, seperti berpikir dan pemecahan masalah dimediasi dengan alat-alat psikologi seperti bahasa, lambang dan simbol. Pada saat anak berinteraksi dengan orang tua atau teman yang lebih mampu, mereka saling bertukar ide dan cara berpikir tentang representasi dan konsep. Sehingga pengetahuan, ide, sikap, dan sistem nilai yang dimiliki anak berkembang seperti halnya cara yang dia pelajari dari lingkungannya.

Artikel ini berusaha untuk menggabungkan teori belajar konstruktivisme individu dan sosial dalam pembelajaran sains dan teknologi. Menurut saya, metode tersebut adalah tepat dan bisa memberikan hasil yang baik dalam bembelajaran sains dan teknologi di sekolah. Karena dalam pembelajaran sains dan teknologi kepada siswa tidak bisa hanya dengan penjelasan, tetapi siswa juga harus diajak untuk bersentuhan langsung dengan hasil dari sains dan teknologi serta lingkungan yang terkait dengan hal tersebut. Dengan demikian siswa bisa berpikir secara logis tentang sains dan teknologi, dan juga bisa terbentuk ide baru serta bisa memperkaya perkembangan intelektual siswa.

Kekurangan dari artikel ini menurut saya yaitu dalam artikel ini tidak disebutkan dan dijelaskan secara konkrit bagaimana cara penerapan pembelajaran sains dan teknologi menggunakan teori belajar konstruktivisme individu dan sosial. Sehingga pembaca hanya mendapatkan gambaran umum dari teori konstruktivisme itu sendiri, sedangkan gambaran nyata penerapannya dalam pembelajaran di sekolah belum didapatkan dari penjelasan artikel ini. Menurut saya, jika didalam artikel ini diberikan penjelasan tentang cara penerapannya, pembaca khususnya para pengajar sains dan teknologi di sekolah bisa menerapkannya langsung dalam pembelajaran di sekolah. Jadi, artikel ini akan bisa lebih bermanfaat bila didalamnya disertai dengan penjelasan cara penerapannya di sekolah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar